spongebob

Senin, 11 Mei 2015

Resensi Novel



RESENSI NOVEL
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Indonesian Culture
Dosen Pengampu: Drs. Samsul Munir. MA




FITRI ANDRIYANI
679202120019




FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS SAINS AL QUR’AN (UNSIQ)
JAWA TENGAH DI WONOSOBO
2015



Judul                           : Centhini 2; Perjalanan Cinta
Penulis                         : Gangsar R. Hayuaji
Penerbit                       : DIVA Press
Tebal Buku                  : 420 halaman
Cetakan Pertama         : September 2010

DATA PENGARANG
Gangsar R. Hayuaji (adalah nama tua dari Sri Wintala Achmad) lahir di Sleman, 29 Januari 1964. Beliau sempat kuliah di Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta. Aktivitas yang ditekuninya adalah menulis dalam tiga bahasa, yaitu Inggris, Indonesia dan Jawa. Tulisannya banyak dimuat di media massa antara lain: Kompas, Republika, Suara Karya, lampung Pos, Surabaya Pos, Solo Pos, dll. Karya-karya sastranya yang dipublikasikan dalam bentuk buku antologi kolektif antara lain: Pelangi, Nirmana, sastra Kepulauan, Di Batas Jogja, Pasar Kembang, dll. Selain menulis, beliau juga penerjemah. Sekarang beliau tinggal di Jl. Nusantara, Cilacap Utara, Cilacap, Jawa Tengah.
SINOPSIS NOVEL
            Novel ini bercerita tentang kesedihan Tambangraras yang ditinggalkan oleh suaminya Syekh Amongraga selama 40 hari terakhir. Kesedihan juga dirasakan oleh seluruh warga Wanamarta. Kesedihan ini menimbulkan dampak yang luar biasa, hingga Centhini sendiri merasakan apa yang dirasakan oleh majikannya.
            Sementara itu, Ki Bayi Panuarta memerintahkan Ki jayengresmi, Ki Jayengraga, Ki Kalawirya dan Ki Nuripin untuk melakukan pencarian. Namun pencarian itu hanya sia-sia. Ki Nuripin menceritakan semua hal yang terjadi pada mereka berempat ketika melakukan pencarian itu kepada Centhini. Bagi Centhini, yang paling sering ia dengar dari cerita Ki Nuripin selama pencarian tersebut hanyalah bagaimana Jayengraga dan Kalawirya melakukan pembebasan nafsu birahi ketika mereka berada di desa Kepleng dan menginap di kediaman salah satu petinggi desa tersebut yang bernama Ki Suradigdaya.
Mengetahui pencarian suaminya itu tidak menemukan hasil, Tambangraras merencanakan untuk pergi mencari Syekh Amongraga daripada hanya berdiam diri dan larut dalam kesedihan. Ia melakukan upacara siraman Dewasraya untuk mengembalikan kebersihan hatinya dan menyingkirkan duka yang mendalam. Setelah itu tanpa sepengetahuan kedua orang tuanya, Tambangraras bersama Centhini pergi meninggalkan Wanamarta untuk mencari Syekh Amongraga. Hal ini menyebabkan kesedihan yang berkelanjutan pada Ki Bayi Panuarta beserta keluarganya. Akhirnya ia pun memerintahkan Jayengresmi untuk mencari Tambangraras, serta berpesan pada anaknya tersebut untuk tidak pulang sebelum ia berhasil menemukan kakak perempuannya, Tambangraras.
Sedangkan Syekh Amongraga bersama Jamal dan Jamil melakukan perjalanan yang dipenuhi dengan olah batin dan tirakat di berbagai tempat yang disinggahinya, seperti Goa Sirupan, puncak Gunung Gending, Goa Cerong, dan beberapa tempat lain. Syekh Amongraga melakukan tirakat untuk memohon petunjuk pada Yang Maha Kuasa agar diberikan petunjuk untuk menemukan kedua adiknya Jayengsari dan Rancangkapti yang juga melakukan perjalanan setelah serangan Mataram.
Jayengsari dan Rancangkapti, melakukan perjalanan hingga ke arah Dieng, sampai ke desa Sokayasa di kaki Gunung Bisma, Banyumas. Di desa Sokayasa, mereka bertemu dengan Syekh Akhadiat. Di Padepokan Sokayasa, mereka belajar ilmu agama, serta tinggal dan menetap disana atas permintaan Nyi Akhadiat karena putra tunggalnya yang bernama Cebolang pergi meninggalkan padepokan tanpa pamit. Jayengsari dan Rancangkapti menuruti apa kata Nyi Akhadiat karena sesungguhnya mereka juga tidak punya tempat tinggal yang tetap. Setelah beberapa waktu, Cebolang akhirnya pulang ke Padepokan Sokayasa. Sejak pertama kali melihat Rancangkapti, Cebolang langsung jatuh hati. Akhirnya ia mengutarakan niat hatinya untuk menikahi Rancangkapti kepada kedua orang tuanya. Ki dan Nyi Akhadiat pun merestui keinginan anaknya itu dan melalui prosesi pernikahan, akhirnya mereka berdua disahkan sebagai suami istri.
Setelah seminggu pernikahan mereka, Rancangkapti mengatakan kepada suaminya bahwa ia dan Jayengsari ingin mencari kakak mereka Syekh Amongraga. Dengan berat hati, ayah mertuanya mengijinkan mereka dengan ditemani Buras dan Syekh Agungrimang. Sebelum keberangkatan mereka, Syekh Akhadiat berpesan agar mereka singgah ke Gunung Bisma karena disana nantinya mereka akan mendapatkan petunjuk agar dapat menemukan kakak mereka. Di tengah perjalanan, mereka mendapat petunjuk untuk menuju Tlatah Tunjung Bang.
Sementara itu, di tengah perjalanan Tambangraras dan Centhini menemukan Syekh Amongraga dan Jamal serta Jamil di Wanataka. Tambangraras meminta mereka untuk kembali ke Wanamarta, namun Syekh Amongraga berkata bahwa ia telah mendapatkan petunjuk dari tirakat terakhirnya untuk menuju Tlatah Tunjung Bang karena disana ia akan menemukan kedua adiknya.
Akhirnya mereka semua bertemu di Tlatah Tunjung Bang sesuai dengan apa yang ditunjukkan pada mereka. Kemudian Syekh Amongraga menjodohkan Centhini dengan Buras,  Centhini pun tidak menolak meskipun sebenarnya ia tidak menyukai Buras tapi kodratnya sebagai wanita tidak dapat menolak.
UNSUR INTRINSIK NOVEL
1.      Tema
Seorang cethi yang taat dan patuh terhadap majikannya dan mengikuti kemanapun majikannya itu pergi, termasuk ikut menyertai petualangan dari majikannya yang kabur untuk mencari suaminya.
2.      Tokoh
·         Tokoh Utama: Centhini
·         Tokoh Kedua: Syeh Amongraga
·         Tokoh Ketiga: Niken Tambangraras
·         Tokoh Pembantu: Jayengresmi, Jayengraga, Jayengsari, Niken Rancangkapti, Niken Turida, Raden Pandansari, Tumenggung Alap-Alap, Sunan Giri Parapen, Jamal, Jamil, Ki Bayi Panurta, Sultan Agung, Nyi Sembada, dan Ki Kulawirya.
·         Tokoh Piguran: Nuripin, Nyi Malarsih,  Patih Singaranu, Pangeran Pekik, Ki Nurbayin, Nyi Darsinah, Kaum Ki Amat Setahu, Ragarunting, Dhamengbudi, Ragaresmi, dll.
3.      Penokohan
·         Centhini: Centhini memiliki kepribadian yang tegar, rendah hati dan Centhini adalah seorang abdi yang setia dan juga penurut.
·         Syeh Amongraga: Syeh Amongraga adalah suami dari Tambangraras dan kakak dari Jayengsari dan Niken Rancangkapti. Syeh Amongraga memiliki watak yang keras kepala dan juga rendah hati.
·         Niken Tambangraras: Niken Tambangraras berperan sebagi istri Syeh Amongraga. Tokoh ini memiliki sifat teguh pendirian, selain itu Tambangraras memiliki sifat yang setia dan penurut terhadap suaminya.
4.      Alur
Alur campuran, dimana novel menceritakan keadaan Tambangraras pada saat itu dan kemudian kembali pada masa lalu saat Nuripin menceritakan kejadian saat dia bersama Jayengresmi, Jayengraga, Jayengsari melakukan pencarian terhadap Syeh Amongraga kepada Centhini. Dan akhirnya kembali maju dengan menceritakan perjalanan Tambangraras.
5.      Setting
·         Tempat: Padepokan Wanamarta, desa Kepleng, Telaga Bayangan, Goa Selamangleng, Gunung Semeru, Dieng, Desa Sokayasa Gunung Bisma Banyumas, Tlatah Tanjung Bang, dll.
·         Waktu: pagi, siang, sore, malam.
6.      Amanat
Tidak ada sesuatu yang telah dilakukan itu sia-sia karena semuanya pasti akan ada hikmahnya. Perjalanan yang panjang dan berat serta cobaan yang menghampiri pastinya akan membuahkan hasil dan semua usaha yang telah dilakukan pasti akan indah pada waktunya.
KELEBIHAN NOVEL
Novel Centhini 2 ini banyak mengangkat ajaran masyarakat Jawa. Selain mengangkat budaya wayang dan lengger, dalam novel ini juga terdapat banyak contoh tembang Macapat beserta dengan artinya. Novel ini juga menceritakan banyak hal mengenai pelajaran ilmu agama.
Novel ini juga disertai dengan penjelasan mengenai makna-makna dan simbol-simbol Bahasa Jawa yang lengkap dengan Jilid, Bab serta Halamannya. Hal ini tentunya akan membantu pembaca dalam mereferensikan kutipan yang dicantumkan disitu. Tak hanya referensi, beberapa terminologi diluar Bahasa Indonesia, misalnya Bahasa Jawa, dilengkapi juga dengan keterangan catatan kaki di bawah.
KEKURANGAN NOVEL
Cerita yang dimuat dalam novel Centhini 2 terlalu banyak pembahasan mengenai seksologi, hal ini terlalu vulgar. Terlalu banyak adegan-adegan yang membicarakan mengenai sex. Selain itu, novel ini juga seperti merendahkan kodrat perempuan yang selalu ditempatkan di bawah kaum laki-laki.
Jalan cerita yang memuat perjalanan empat tokoh yang berbeda memang bervariasi, namun hal ini berdampak pada kurang terfokusnya cerita pada satu titik perhatian.
MANFAAT NOVEL
            Novel ini pantas dibaca untuk siapa saja, terutama untuk masyarakat Jawa agar mereka menyadari akan banyaknya adat dan budaya yang mereka miliki yang terlupakan.
Novel ini memberikan banyak pengetahuan mengenai tempat, tradisi, budaya, lagu-lagu dan banyak hal tentang masyarakat Jawa. Bahasa yang digunakan dalam novel ini juga mudah dipahami karena menggunakan bahasa yang sederhana.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar