RESENSI
NOVEL
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata
Kuliah Indonesian Culture
Dosen Pengampu: Drs. Samsul Munir.
MA
FITRI ANDRIYANI
679202120019
FAKULTAS BAHASA DAN SASTRA
UNIVERSITAS SAINS AL QUR’AN (UNSIQ)
JAWA TENGAH DI WONOSOBO
2015
Judul : Centhini 2;
Perjalanan Cinta
Penulis : Gangsar R. Hayuaji
Penerbit : DIVA Press
Tebal
Buku : 420 halaman
Cetakan
Pertama : September 2010
DATA PENGARANG
Gangsar
R. Hayuaji (adalah nama tua dari Sri Wintala Achmad) lahir di Sleman, 29
Januari 1964. Beliau sempat kuliah di Fakultas Filsafat UGM Yogyakarta.
Aktivitas yang ditekuninya adalah menulis dalam tiga bahasa, yaitu Inggris,
Indonesia dan Jawa. Tulisannya banyak dimuat di media massa antara lain: Kompas, Republika, Suara Karya, lampung Pos,
Surabaya Pos, Solo Pos, dll. Karya-karya sastranya yang dipublikasikan
dalam bentuk buku antologi kolektif antara lain: Pelangi, Nirmana, sastra Kepulauan, Di Batas Jogja, Pasar Kembang, dll.
Selain menulis, beliau juga penerjemah. Sekarang beliau tinggal di Jl.
Nusantara, Cilacap Utara, Cilacap, Jawa Tengah.
SINOPSIS NOVEL
Novel ini bercerita tentang
kesedihan Tambangraras yang ditinggalkan oleh suaminya Syekh Amongraga selama
40 hari terakhir. Kesedihan juga dirasakan oleh seluruh warga Wanamarta.
Kesedihan ini menimbulkan dampak yang luar biasa, hingga Centhini sendiri merasakan
apa yang dirasakan oleh majikannya.
Sementara itu, Ki Bayi Panuarta
memerintahkan Ki jayengresmi, Ki Jayengraga, Ki Kalawirya dan Ki Nuripin untuk
melakukan pencarian. Namun pencarian itu hanya sia-sia. Ki Nuripin menceritakan
semua hal yang terjadi pada mereka berempat ketika melakukan pencarian itu
kepada Centhini. Bagi Centhini, yang paling sering ia dengar dari cerita Ki
Nuripin selama pencarian tersebut hanyalah bagaimana Jayengraga dan Kalawirya
melakukan pembebasan nafsu birahi ketika mereka berada di desa Kepleng dan
menginap di kediaman salah satu petinggi desa tersebut yang bernama Ki
Suradigdaya.
Mengetahui
pencarian suaminya itu tidak menemukan hasil, Tambangraras merencanakan untuk
pergi mencari Syekh Amongraga daripada hanya berdiam diri dan larut dalam
kesedihan. Ia melakukan upacara siraman Dewasraya untuk mengembalikan
kebersihan hatinya dan menyingkirkan duka yang mendalam. Setelah itu tanpa
sepengetahuan kedua orang tuanya, Tambangraras bersama Centhini pergi
meninggalkan Wanamarta untuk mencari Syekh Amongraga. Hal ini menyebabkan
kesedihan yang berkelanjutan pada Ki Bayi Panuarta beserta keluarganya.
Akhirnya ia pun memerintahkan Jayengresmi untuk mencari Tambangraras, serta
berpesan pada anaknya tersebut untuk tidak pulang sebelum ia berhasil menemukan
kakak perempuannya, Tambangraras.
Sedangkan
Syekh Amongraga bersama Jamal dan Jamil melakukan perjalanan yang dipenuhi
dengan olah batin dan tirakat di berbagai tempat yang disinggahinya, seperti
Goa Sirupan, puncak Gunung Gending, Goa Cerong, dan beberapa tempat lain. Syekh
Amongraga melakukan tirakat untuk memohon petunjuk pada Yang Maha Kuasa agar
diberikan petunjuk untuk menemukan kedua adiknya Jayengsari dan Rancangkapti
yang juga melakukan perjalanan setelah serangan Mataram.
Jayengsari
dan Rancangkapti, melakukan perjalanan hingga ke arah Dieng, sampai ke desa
Sokayasa di kaki Gunung Bisma, Banyumas. Di desa Sokayasa, mereka bertemu
dengan Syekh Akhadiat. Di Padepokan Sokayasa, mereka belajar ilmu agama, serta
tinggal dan menetap disana atas permintaan Nyi Akhadiat karena putra tunggalnya
yang bernama Cebolang pergi meninggalkan padepokan tanpa pamit. Jayengsari dan
Rancangkapti menuruti apa kata Nyi Akhadiat karena sesungguhnya mereka juga
tidak punya tempat tinggal yang tetap. Setelah beberapa waktu, Cebolang
akhirnya pulang ke Padepokan Sokayasa. Sejak pertama kali melihat Rancangkapti,
Cebolang langsung jatuh hati. Akhirnya ia mengutarakan niat hatinya untuk
menikahi Rancangkapti kepada kedua orang tuanya. Ki dan Nyi Akhadiat pun
merestui keinginan anaknya itu dan melalui prosesi pernikahan, akhirnya mereka
berdua disahkan sebagai suami istri.
Setelah
seminggu pernikahan mereka, Rancangkapti mengatakan kepada suaminya bahwa ia
dan Jayengsari ingin mencari kakak mereka Syekh Amongraga. Dengan berat hati,
ayah mertuanya mengijinkan mereka dengan ditemani Buras dan Syekh Agungrimang.
Sebelum keberangkatan mereka, Syekh Akhadiat berpesan agar mereka singgah ke
Gunung Bisma karena disana nantinya mereka akan mendapatkan petunjuk agar dapat
menemukan kakak mereka. Di tengah perjalanan, mereka mendapat petunjuk untuk
menuju Tlatah Tunjung Bang.
Sementara
itu, di tengah perjalanan Tambangraras dan Centhini menemukan Syekh Amongraga
dan Jamal serta Jamil di Wanataka. Tambangraras meminta mereka untuk kembali ke
Wanamarta, namun Syekh Amongraga berkata bahwa ia telah mendapatkan petunjuk
dari tirakat terakhirnya untuk menuju Tlatah Tunjung Bang karena disana ia akan
menemukan kedua adiknya.
Akhirnya
mereka semua bertemu di Tlatah Tunjung Bang sesuai dengan apa yang ditunjukkan
pada mereka. Kemudian Syekh Amongraga menjodohkan Centhini dengan Buras, Centhini pun tidak menolak meskipun
sebenarnya ia tidak menyukai Buras tapi kodratnya sebagai wanita tidak dapat
menolak.
UNSUR INTRINSIK NOVEL
1. Tema
Seorang cethi yang taat dan patuh
terhadap majikannya dan mengikuti kemanapun majikannya itu pergi, termasuk ikut
menyertai petualangan dari majikannya yang kabur untuk mencari suaminya.
2. Tokoh
·
Tokoh Utama: Centhini
·
Tokoh Kedua: Syeh Amongraga
·
Tokoh Ketiga: Niken Tambangraras
·
Tokoh Pembantu: Jayengresmi, Jayengraga,
Jayengsari, Niken Rancangkapti, Niken Turida, Raden Pandansari, Tumenggung
Alap-Alap, Sunan Giri Parapen, Jamal, Jamil, Ki Bayi Panurta, Sultan Agung, Nyi
Sembada, dan Ki Kulawirya.
·
Tokoh Piguran: Nuripin, Nyi
Malarsih, Patih Singaranu, Pangeran
Pekik, Ki Nurbayin, Nyi Darsinah, Kaum Ki Amat Setahu, Ragarunting,
Dhamengbudi, Ragaresmi, dll.
3. Penokohan
·
Centhini: Centhini memiliki kepribadian
yang tegar, rendah hati dan Centhini adalah seorang abdi yang setia dan juga
penurut.
·
Syeh Amongraga: Syeh Amongraga adalah
suami dari Tambangraras dan kakak dari Jayengsari dan Niken Rancangkapti. Syeh
Amongraga memiliki watak yang keras kepala dan juga rendah hati.
·
Niken Tambangraras: Niken Tambangraras
berperan sebagi istri Syeh Amongraga. Tokoh ini memiliki sifat teguh pendirian,
selain itu Tambangraras memiliki sifat yang setia dan penurut terhadap
suaminya.
4. Alur
Alur campuran, dimana novel menceritakan
keadaan Tambangraras pada saat itu dan kemudian kembali pada masa lalu saat
Nuripin menceritakan kejadian saat dia bersama Jayengresmi, Jayengraga,
Jayengsari melakukan pencarian terhadap Syeh Amongraga kepada Centhini. Dan
akhirnya kembali maju dengan menceritakan perjalanan Tambangraras.
5. Setting
·
Tempat: Padepokan Wanamarta, desa
Kepleng, Telaga Bayangan, Goa Selamangleng, Gunung Semeru, Dieng, Desa Sokayasa
Gunung Bisma Banyumas, Tlatah Tanjung Bang, dll.
·
Waktu: pagi, siang, sore, malam.
6. Amanat
Tidak ada sesuatu yang telah dilakukan
itu sia-sia karena semuanya pasti akan ada hikmahnya. Perjalanan yang panjang
dan berat serta cobaan yang menghampiri pastinya akan membuahkan hasil dan
semua usaha yang telah dilakukan pasti akan indah pada waktunya.
KELEBIHAN NOVEL
Novel
Centhini 2 ini banyak mengangkat ajaran masyarakat Jawa. Selain mengangkat
budaya wayang dan lengger, dalam novel ini juga terdapat banyak contoh tembang
Macapat beserta dengan artinya. Novel ini juga menceritakan banyak hal mengenai
pelajaran ilmu agama.
Novel
ini juga disertai dengan penjelasan mengenai makna-makna dan simbol-simbol
Bahasa Jawa yang lengkap dengan Jilid, Bab serta Halamannya. Hal ini tentunya
akan membantu pembaca dalam mereferensikan kutipan yang dicantumkan disitu. Tak
hanya referensi, beberapa terminologi diluar Bahasa Indonesia, misalnya Bahasa
Jawa, dilengkapi juga dengan keterangan catatan kaki di bawah.
KEKURANGAN NOVEL
Cerita
yang dimuat dalam novel Centhini 2 terlalu banyak pembahasan mengenai
seksologi, hal ini terlalu vulgar. Terlalu banyak adegan-adegan yang
membicarakan mengenai sex. Selain itu, novel ini juga seperti merendahkan
kodrat perempuan yang selalu ditempatkan di bawah kaum laki-laki.
Jalan
cerita yang memuat perjalanan empat tokoh yang berbeda memang bervariasi, namun
hal ini berdampak pada kurang terfokusnya cerita pada satu titik perhatian.
MANFAAT NOVEL
Novel ini pantas dibaca untuk siapa
saja, terutama untuk masyarakat Jawa agar mereka menyadari akan banyaknya adat
dan budaya yang mereka miliki yang terlupakan.
Novel
ini memberikan banyak pengetahuan mengenai tempat, tradisi, budaya, lagu-lagu
dan banyak hal tentang masyarakat Jawa. Bahasa yang digunakan dalam novel ini
juga mudah dipahami karena menggunakan bahasa yang sederhana.